visit indonesia

visit indonesia

Senin, 16 Juli 2012

Masjid Raya Medan



     Mesjid Raya Al-Mashun atau yang sering kita dengar Majid Raya Medan adalah salah satu warisan Sultan Deli di Sumatera Utara selain Istana Maimoon. Masjid ini masih dipergunakan oleh masyarakat Muslim untuk berdoa setiap hari. Beberapa bahan bangunan untuk dekorasi masjid ini dibuat di Italia. Wisatawan asing mengunjungi masjid dari berbagai Negara di seluruh dunia. Masjid Agung ini merupakan masjid paling indah dan terbesar di Sumatera Utara. Sultan Makmun Al Rasyid masjid ini dibangun pada tahun 1906. Masjid Agung ini terletak hanya 200 m dari Istana Maimoon.

     Gaya Moor terinspirasi arsitektur khusus masjid. Masjid Agung lain Medan, ada sebuah masjid untuk warisan kesultanan Deli. Labuhan Deli yang dibangu pada tahun 1886. Masjid Labuhan adalah salah satu masjid dengan gaya India yang unik dengan kubah segi delapan. Masjid Labuhan terletak di jalan raya Medan – Belawan sebelah utara dari pusat kota Medan.

     Kubah Masjid Al Ma’sum yang berbentuk segi empat datar dan juga di puncak atap memiliki dekorasi bulan sabit biasa juga ditemukan pada bangunan Islam lainnya seperti Mesjid dan menara yang menurut para ahli sering dihubungkan sebagai symbol kedamaian, dimana Islam disiarkan tanpa kekerasan. Selain kubah, rencana, kurva (arcade), hiasan bulan sabit pada puncaknya, pengaruh seni Islam jelas terlihat dalam ornamentasi, baik di dinding, langit-langit, tiang, dan permukaan melengkung (wajah Arcade) yang kaya dekorasi bunga dan tanaman berliku dicat dengan cat minyak. Ini dekorasi floristik selain ditata mengingatkan untuk Tumpal dan motif mekara, juga melukis dengan gaya naturalistic, kecuali motif bunga dan motif geometris, kombinasi antara Polygonal, Oktagonal dan dekorasi lingkaran juga menarik. Motif semacam ini terutama sangat banyak ditemukan di dinding, permukaan melengkung, langit-langit dll, motif ini juga ditemukan dalam bentuk tirai besi jendela segi empat dan bentuk kurva yang mengingatkan kita untuk motif ukiran dinding gaya India. Di Indonesia, jenis dekorasi sering disebut hiasan Terawangan atau Kerawangan, selain sebagai hiasan, hiasan ini juga berfungsi sebagai ventilasi.

Lokasi Masjid Raya Al Mashun Medan:

     Sisi timurMasjid Raya Al Mashun menghadap ke Jalan Sisingamangaraja sedangkan sisi utaranya menghadap ke Jalan Masjid Raya. Letaknya yang demikian membuat beberapa orang menulis alamat masjid ini berada di Jl. Sisingamangaraja yang lain nya menuliskannya berada di Jl. Masjid Raya. Namun yang pasti Masjid Raya Al Mashun ini berada di pusat kota Medan, tak jauh dari Istana Maimun yang sama sama peninggalan Kesultanan Melayu Deli.

Berdirinya Masjid Raya Al Mashun Medan

     Di tahun 1728 Tuanku Panglima Pasutan memindahkan pusat kerajaan dari Padang Datar, ke Kampung Alai [Labuhan Deli] Tercatat enam Sultan Deli yang pernah bertahta di Istana Kerajaan Melayu Deli di Labuhan Deli, sejak dari Sultan Deli ke 4 hingga Sultan Deli ke-9. Masjid Al Osmani yang merupakan masjid Kesultanan bagi Kesultanan Deli dibangun sejak masa pemerintahan Sultan Osman Perkasa Alam (Sultan ke-8) masih berdiri kokoh hingga kini menjadi saksi sejarah kesultanan Melayu Deli.

     Sultan Ma’mum Al Rasyid Perkasa Alam (Sultan Deli ke-9) kemudian memindahkan kembali ibukota kerajaan ke daerah Padang Datar [pusat kota medan]. Pemindahan kembali ibukota kerajaan terebut dilakukan setelah Kerajaan Melayu di Labuhan Deli dikuasai Belanda, ketika Sultan Mahmud Perkasa Alam [sultan Deli ke-8) terpaksa memberikan sebagian daerahnya menjadi tanah konsesi kepada penjajah Belanda pada tahun 1863 untuk ditanami tembakau Deli.

     Di ibukota pemerintahan baru ini Kesultanan Deli berkembang pesat, setelah Deli lepas sama sekali dari Kesultanan Aceh dan Kesultanan Siak Sri Indrapura pada 1861. Meski masih dalam bayang-bayang pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Sultan Ma’mum Al Rasyid Perkasa Alam kemudian membangun Istana Maimun pada 26 Agustus 1888 dan selesai 18 Mei 1891.

     Sultan Ma’mum Al Rasyid Perkasa Alam memulai pembangunan Masjid Raya Al Mashun pada tanggal 21 Agustus 1906 (1 Rajab 1324 H). Keseluruhan pembangunan rampung pada tanggal 10 September 1909 (25 Sya‘ban 1329 H) sekaligus digunakan ditandai dengan pelaksanaan sholat Jum’at pertama di masjid ini. keseluruhan pembangunannya menghabiskan dana sebesar satu juta Gulden. Sultan memang sengaja membangun mesjid kerajaan ini dengan megah, karena menurut prinsipnya hal itu lebih utama ketimbang kemegahan istananya sendiri, Istana Maimun. Pendanaan pembangunan masjid ini ditanggung sendiri oleh Sultan, namun konon Tjong A Fie, tokoh kota medan dari etnis Thionghoa yang sejaman dengan Sultan Ma’mun Al Rasyd turut berkontribusi mendanai pembangunan masjid ini.

     Pada awalnya Masjid Raya Al Mashun di rancang oleh Arsitek Belanda Van Erp yang juga merancang istana Maimun, namun kemudian proses-nya dikerjakan oleh JA Tingdeman. Van Erp ketika itu dipanggil ke pulau Jawa oleh pemerintah Hindia Belanda untuk bergabung dalam proses restorasi candi Borobudur di Jawa Tengah. Sebagian bahan bangunan diimpor antara lain: marmer untuk dekorasi diimpor dari Italia, Jerman dan kaca patri dari Cina dan lampu gantung langsung dari Prancis. Mesjid Raya sedikit berbeda dengan masjid pada umumnya karana tidak banyak kaligrafi sini namun banyak terdapat ukiran bunga dan tanaman yang keseluruhanya di cat.

Arsitektural Masjid Raya Al Mashun

     JA Tingdeman, sang arsitek merancang masjid ini dengan denah simetris segi delapan dalam corak bangunan campuran Maroko, Eropa dan Melayu dan Timur Tengah. Denah yang persegi delapan ini menghasilkan ruang bagian dalam yang unik tidak seperti masjid masjid kebanyakan. Di ke empat penjuru masjid masing masing diberi beranda dengan atap tinggi berkubah warna hitam, melengkapi kubah utama di atap bangunan utama masjid. Masing masing beranda dilengkapi dengan pintu utama dan tangga hubung antara pelataran dengan lantai utama masjid yang ditinggikan, kecuali bangunan beranda di sisi mihrab.

     Bangunan masjidnya terbagi menjadi ruang utama, tempat wudhu, gerbang masuk dan menara. Ruang utama, tempat sholat, berbentuk segi delapan tidak sama sisi. Pada sisi berhadapan lebih kecil, terdapat ‘beranda’ serambi kecil yang menempel dan menjorok keluar. Jendela-jendela yang mengelilingi pintu beranda terbuat dari kayu dengan kaca-kaca patri yang sangat berharga, sisa peninggalan art nouveau periode 1890-1914, yang dipadu dengan kesenian Islam. Seluruh ornamentasi di dalam mesjid baik di dinding, plafon, tiang-tiang, dan permukaan lengkungan yang kaya dengan hiasan bunga dan tumbuh-tumbuhan. di depan masing-masing beranda terdapat tangga. Kemudian, segi delapan tadi, pada bagian luarnya tampil dengan empat gang pada keempat sisinya, yang mengelilingi ruang sholat utama.

     Gang - gang ini punya deretan jendela - jendela tak berdaun yang berbentuk lengkungan-lengkungan yang berdiri di atas balok. Baik beranda dan jendela-jendela lengkung itu mengingatkan disain bangunan kerajaan-kerajaan Islam di Spanyol pada Abad Pertengahan. Sedangkan kubah mesjid mengikuti model Turki, dengan bentuk yang patah-patah bersegi delapan. Kubah utama dikitari empat kubah lain di atas masing-masing beranda, dengan ukuran yang lebih kecil. Bentuk kubahnya mengingatkan kita pada Mesjid Raya Banda Aceh. Di bagian dalam masjid, terdapat delapan pilar utama berdiameter 0,60 m yang menjulang tinggi untuk menyangga kubah utama pada bagian tengah. Adapun mihrab terbuat dari marmer dengan atap kubah runcing. Gerbang mesjid ini berbentuk bujur sangkar beratap datar. Sedangkan menara mesjid berhias paduan antara Mesir, Iran dan Arab.

 

ilyasjalanjalanwisataIndonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar